Saturday, May 3, 2014

Menurutmu, Siapakah Sesamamu? (4)

MEMAAFKAN, Mudahkah?
(Cerita tentang Phan Thį Kim Phúc)
Saat perang Vietnam. Desa Trang Bang (30 menit di utara Saigon, bagian Vietnam Selatan saat itu) terletak di jalur logistik utama yang menghubungkan Saigon dan Pnom Penh. Karena desa ini sudah diserbu dan diduduki oleh pasukan Vietnam Utara, si upik Kim Phúc (9 tahun saat itu) dengan keluarga, sejumlah penduduk sipil dan rombongan tentara Vietnam Selatan keluar dari persembunyian di satu pagoda Cao Dai di Trang Bang untuk mengungsi.  Saat itu tgl 8 Juni 1972, seorang  officer militer Amerika telah merencanakan pemboman desa itu dengan pesawat yang dipiloti angkatan udara Vietnam Selatan.
Ketika terbang menuju ke sasaran, pilot sempat melihat rombongan ini, lalu membelokkan pesawatnya dan membom rombongan ini. Ternyata, tindakan pilot ini adalah suatu kesalahan, karena mengiranya sebagai rombongan musuh! Si upik Kim Phúc ini tidak tewas, tapi dua orang familinya dan beberapa penduduk lain tewas.
Dalam sepersekian detik, Nick Ut, fotografer AP sempat mengabadikan orang-orang yang berhamburan ini, termasuk si upik Kim Phúc yang berteriak histeris: "Nóng quá, Nóng quá!" (artinya "panas sekali").
Anak ini mengalami luka bakar yang sangat parah di punggungnya dan seluruh pakaiannya terbakar akibat bom napalm.
Foto si upik Kim Phúc yang telanjang sedang berlari-lari di jalan dengan kulitnya terluka bakar itu menjadi terkenal dan memenangi hadiah Pulitzer bagi Nick Ut.
Segera setelah itu, fotografer ini langsung melarikannya ke RS Barsky di Saigon, di mana para dokter memperkirakan ia tak akan hidup lama karena kondisi dan luas luka bakarnya. Namun demikian, sesudah menjalani masa 14 bulan perawatan, melalui 17 kali operasi dan bertahun-tahun terapi susulan akhirnya dia bisa pulih.
Dua puluh tahun kemudian ia menikah dengan pemuda Vietnam dan berbulan madu di Moscow. Saat pesawatnya menuju kembali ke Kuba, dan mampir di New Foundland untuk mengisi bahan bakar, mereka melarikan diri untuk memperoleh suaka politik  Canada. Kim Phúc beserta suami dan dua orang anaknya telah menjadi warga negara Canada dan menetap di Toronto.
Ada satu hal yang menarik pada salah satu bagian pidatonya saat  diundang ke Washington pada tahun 1996. Di depan ribuan veteran tentara AS pada perang Vietnam Kim Phúc berkata: "Seandainya saya bisa bertatap muka dengan pilot pembom itu, saya akan bilang, kita tidak bisa mengubah sejarah. Tapi kita bisa berbuat baik untuk hari ini dan hari yang akan datang demi perdamaian." Seorang hadirin, John Plummer, menulis di kertas: "I am that man," dan meminta petugas meneruskannya ke Kim Phúc.
Setelahnya, si bekas komandan yang mengaku mem-berikan perintah pemboman itu menemuinya dan meminta maaf. Keduanya berpelukan dan Kim Phúc memaafkannya.

Berikut ini adalah pernyataan pribadi Kim Phúc tentang apa yang dia alami.

“Seusai dirawat di rumah sakit sekian lama, hatiku merasa sesak saat kembali ke rumah. Tempat kediamanku hancur lebur, semua yang kumiliki musnah. Apa yang kulakukan kini hanyalah untuk menyambung hidup, dari hari ke hari.
Kendati rasa ngilu, nyeri dan sakit kepala menjadi beban berkepanjangan, namun masa pemulihan yang panjang di rumah sakit itu menguatkan mimpiku untuk menjadi seorang dokter. Saya memang sempat menjalani sekolah kedokteran sesuai dengan mimpiku itu, namun harus kulepaskan di tengah jalan.
Kemarahan yang tersimpan di hatiku karena peristiwa itu terpendam dan menggumpal  menjadi kebencian yang memuncak setinggi gunung! Aku membenci hidup, aku membenci orang lain dan aku berkali-kali ingin mati!
Kuhabiskan hari-hariku di perpustakaan, melahap berbagai buku rohani untuk mengetahui dan memastikan tujuan hidupku. Salah satu dari banyak buku yang aku baca adalah Alkitab.
Pada peringatan Natal tahun 1982, aku menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamatku. Saat itulah yang telah menjadi titik balik yang luar biasa bagi kehidupanku. Allah telah menolongku untuk belajar mengampuni — sebuah pelajaran yang amat sangat susah untuk dijalankan. Belajar untuk mengampuni itu tidak dapat dilakukan dalam satu hari, di samping juga bukan merupakan suatu hal yang mudah. Namun akhirnya aku dapat melakukan itu.
Bom Napalm memang mempunyai kekuatan yang luar biasa, namun iman, pengampunan dan kasih lebih adidaya. Kita tidak akan pernah mengalami kejamnya peperangan jika setiap orang dapat belajar tentang bagaimana hidup dengan kasih sejati, pengharapan dan pengampunan.
Jika Si Upik di dalam gambar tersebut di atas dapat melakukannya, silakan bertanya kepada diri sendiri: Mampukah aku?”



Pengampunan itu telah menjadikan aku bebas dari rasa benci.
Aku masih memiliki
banyak bekas luka di tubuhku
selain rasa ngilu yang berkepanjangan,
namun hatiku
telah dicuci bersih
dari rasa benci.

(Kim Phúc, NPR, 2008)

Menurutmu, Siapakah Sesamamu? (3)

JEBAKAN TIKUS
Petani dan istrinya sedang membuka sebuah bungkusan dan seekor tikus mengintip dari celah retakan tembok. "Ada makanan apa di dalamnya, ya?" pikir Si Tikus. Dia kaget setengah mati, ternyata isinya jebakan tikus. Si Tikuspun lari keluar dan memberi peringatan: "Ada jebakan tikus di dalam! Ada jebakan tikus  di dalam rumah !"
Seekor ayam yang sedang mengais tanah, mengangkat lehernya dan bilang: "Tuan Tikus, saya hanya bisa bilang, ini liang kubur untukmu, nggak ada urusannya dengan saya. Jangan ganggu saya dong!."
Lalu Si Tikus mengarah ke kambing dan berkata: "Ada jebakan! Jebakan tikus dalam rumah!" Kambing agak bersimpati, dan menjawab: "Mohon maaf, Tuan Tikus, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa. Percayalah, kamu ada dalam doaku."
Si Tikus lalu menuju ke sapi dan berkata: "Ada jebakan, ada jebakan tikus di situ!" Dan sapi menjawab: "Wah... Tuan, maaf, maaf, nggak ada urusannya sama saya."
Dengan lemas Si Tikus kembali ke rumah itu, kepala merunduk dan hilang semangatnya karena harus berhadapan dengan jebakan petani itu sendirian.
Di malam yang tenang itu, terdengar suara, seperti jebakan tikus menjepret korbannya. Istri petani datang untuk melihat hasilnya. Di dalam kegelapan, ia tidak tahu kalau perangkap tikus itu telah menjepit buntut seekor ular. Ular menggigit istri petani itu. Petani buru-buru membawanya ke rumah sakit dan kembali ke rumah dengan istri dalam keadaan demam.
Orang-orang pun tahu, menurunkan demam biasanya dengan makan sop ayam hangat. Petani menangkap ayam, memotongnya dan dagingnya dijadikan bahan sop. Namun, sakitnya tetap berlanjut. Setiap hari para tetangga datang menengoknya dan ngobrol cukup lama dekat ranjangnya. Untuk memberi makan para tamu itu, dipotonglah kambing. Tidak sembuh-sembuh juga, akhirnya istri petani meninggal. Begitu banyak tetangga dan famili melayat, sehingga petani harus memotong sapinya untuk memberi hidangan bagi mereka.
Selama berhari-hari Si Tikus, dengan sangat sedih, mengintip semua kejadian ini dari celah tembok. Ancaman yang dia rasakan dan dia sampaikan kepada rekan-rekannya tidak mereka pahami. Semua teman-temannya yang diharapkan solider, bahkan binasa.
Jika saudara memahami cerita di atas dan berpikir hal itu tidak tidak berhubungan dengan saudara, ingatlah!
Kita semua ada di dalam rombongan perjalanan, yaitu perjalanan hidup. Kita harus saling memperhatikan dan mendukung satu dengan yang lain, karena setiap diri kita merupakan benang pakan utama bagi tenunan indah orang lain. Semoga!.


Tidak adanya rasa damai
bersumber dari kealpaan kita
bahwa kita semua ini saling memiliki.
(Bunda Teresa)

Menurutmu, Siapakah Sesamamu? (2)

Ayah Seorang Marinir.
Senja itu seorang perawat mengantar seorang perwira AL muda yang tampak lelah namun dipenuhi rasa ingin tahu, ke tepi ranjang seorang pasien.
"Anakmu ada di sini," katanya kepada bapak tua yang sedang terbaring. Si perawat mengulangi kalimat itu beberapa kali, sampai akhirnya pasien itu membuka matanya.
Karena masih dalam pengaruh obat akibat serangan jantungnya, pasien tersebut hanya bisa samar-samar melihat adanya seorang Perwira AL muda berseragam yang berdiri di samping ranjangnya. Ia menyorongkan tangannya. Perwira muda itu mendekapkan jari-jarinya ke kepalan tangan orang tua itu, serta meremasnya sebagai tanda kasih dan dukungan semangat. Perawat kemudian menyorongkan kursi kepada perwira itu untuk duduk dan pergi meninggalkan mereka berdua.
Sepanjang malam perwira tersebut duduk di situ dalam sinar lampu yang temaram, menggenggam tangan si pasien tua sambil mengungkapkan kata-kata sayang dan penguatan. Setiap kali perawat datang memeriksa keadaan pasien selalu sambil menyarankan perwira muda itu untuk beristirahat sebentar tapi selalu ditolaknya. Perwira muda itu tidak perduli terhadap suara berisiknya rumah sakit: benturan tangki oksigen, tawa perawat yang tugas malam, tangisan dan erangan pasien-pasien lainnya. Setiap kali yang diperhatikan dan dilihat perawat bahwa perwira muda tersebut selalu berbicara menyampaikan kata-kata lembut kepada pasien tua yang terpejam diam menanti ajalnya. Jemari keduanya saling menggenggam erat sepanjang malam.
Menjelang fajar, pasien tua itu pun wafat. Perwira muda itu melepaskan genggaman tangannya dan beranjak ke luar kamar menuju meja perawat untuk memberitahukannya. Para perawat pun segera sibuk melakukan persiapan, sementara perwira muda tersebut menunggu.
Si perawatpun mendatanginya seraya menyampaikan rasa duka dan simpatinya, tapi perwira itu memotong bicaranya.
"Sebetulnya, siapakah bapak itu?" tanyanya kepada si perawat.
Perawat terkesima, "Dia ayahmu," jawabnya.
"Tidak, dia bukan ayahku," sergah si perwira,
"Saya belum pernah melihat dia seumur hidup saya," lanjutnya.
Perawat yang kebingungan itu pun bertanya, "Lalu, kenapa Anda tidak bilang ketika saya bawa anda kepada dia?".
Sambil tersenyum perwira muda itu pun menjawab, "Saya tahu kalau telah terjadi kesalahan, tapi saya juga tahu bapak itu membutuhkan anaknya, sementara itu anaknya tidak ada di sini. Ketika saya mengetahui dia terlalu parah untuk mengenali bahwa saya anaknya atau bukan, maka saya menyadari betapa dia sangat membutuhkan anaknya, dan saya pun memutuskan untuk tetap di sampingnya."


Menurutmu, Siapakah Sesamamu? (1)

Gosip SOCRATES
(Bahan perenungan dan refleksi pribadi)

Socrates adalah sosok yang dikenal sebagai ahli filsafat dari masa Yunani kuno. Pada suatu hari, seorang kenalan menemuinya dan berkata, “Tahukah Tuan apa yang saya dengar tentang sahabat Tuan?”
“Tunggu dulu!,” Socrates memotong. “Sebelum saudara menyampaikan perihal apapun kepada saya, saya ingin saudara menjawab tiga pertanyaan sederhana.”
“Tiga pertanyaan sederhana?,” tanya si kenalan tadi.
“Betul; tiga pertanyaan sederhana.” Socrates menukas. “Sebelum saudara berbicara tentang sahabat saya tadi, tolong pikirkan tentang apa yang akan saudara katakan. Pertanyaan pertama saya adalah tentang KEBENARAN. Apakah saudara sangat yakin bahwa apa yang akan saudara katakan itu adalah BENAR?”
“Tidak sih,” kenalannya tersebut menimpali, “Saya hanya mendengarnya dari orang lain dan …”
“Baik,” potong Socrates. “Jadi saudara tidak yakin apakah hal itu benar atau tidak. Sekarang jawablah pertanyaan ke dua, yaitu tentang KEBAIKAN. Apakah hal yang akan saudara ceritakan kepada saya tentang sahabat saya itu adalah sesuatu yang baik?”
“Nggak sih, bahkan sebaliknya …”
“Jadi,” lanjut Socrates, “Saudara ingin memberitahu saya sesuatu yang buruk tentang sahabat saya, namun saudara juga tidak yakin akan kebenarannya."
"Satu lagi pertanyaan saya yang terakhir, yaitu tentang KEMANFAATAN. Apakah hal yang akan saudara ceritakan kepada saya tentang sahabat saya itu adalah sesuatu yang bermanfaat bagi saya?”
“Nggak sih, sama sekali tidak …”
“Nah,” simpul Socrates, “Jika apa yang saudara ingin beritahukan kepada saya adalah sesuatu yang saudara sendiri ragu akan kebenarannya, belum tentu baik dan mungkin tidak bermanfaat, jadi kenapa saudara harus repot-repot ingin memberitahukannya kepada saya?”

(Sumber: Testing For Gossip, http://www.rogerdarlington.me.uk/stories.html).

Suplikasi 15

Tuhan, dalam kasih-Mu,
telinga kubuka, laku kutiru,
tamparan kuterima, ampun kuseru!

(Yesaya 50 : 4 – 9a; Yohanes 13 : 21 – 32; Ibrani 12 : 1 – 3; Mazmur 70).

Suplikasi 14

Aku adalah sampah, ketika Tuhan panggil,
     aku pongah, ketika Allah sentil.

          Pertolongan-Mu,
               membuat aku rindu bersekutu.

(Yesaya 49 : 1 – 7; Yohanes 12 : 20 – 36; I Korintus 1 : 18 – 31; Mazmur 71 : 1 – 14).

Suplikasi 13

Ya Tuhan,
sampai ke langit kasih-Mu,
ke awan setia-Mu
karya penebusan-Mu tidak pandang bulu.

Persembahan yang tak bercacat,
telah menanggung dosaku yang likat pekat.

(Yesaya 42 : 1 – 9; Yohanes 12 : 1 – 11; Ibrani 9 : 11 – 15; Mazmur 36 : 5 – 11).