Saturday, March 14, 2015

Notasi Angka

Bagi mereka yang menginginkan untuk mampu menulis partitur lagu dengan menggunakan notasi angka, maka dapat menggunakan font "notangka2" ciptaan Pdt. Yoas Adiprasetya.

Saya sudah menggunakannya beberapa tahun terakhir dengan hasil yang memuaskan baik untuk format DOC maupun PPT.

Link (tautan) paket "notangka2" adalah:
http://www.4shared.com/rar/Xv1BZk5Bce/NOTANGKA2.htm

Paket dalam kemasan "rar" diatas berisi:
1. Font notangka2 (ttf)
2. Cara melakukan instalasi font (txt)
3. Petunjuk penggunaan termasuk keyboard map (doc)
4. Contoh beserta "helping kit" dalam format DOC dan PPT.

Selamat mencoba!

Suplikasi Sabtu Sunyi 2015

T E M A:
Menghayati Kefanaan dengan Pengharapan Iman
LEKSIONARI:
Ayub 14 : 1 – 14; Mazmur 31 : 1 – 4, 15 – 16; 1 Petrus 4 : 1 – 8; Matius 27 : 57 – 66.
TUJUAN:
Umat mampu menghayati kefanaan dirinya dalam perspektif pengharapan iman, sehingga dimampukan menghadirkan keabadian kasih Allah dalam hidup sehari-hari.

Andaikata aku hidup di masa Tuhan Yesus,
Akankah aku menjadi pengikut-Nya yang setia?
Mengikut kemanapun Dia berjalan dan bermalam,
mendengarkan dan menyimak sabda-Nya.
Kata-kata-Nya sejuk, menghidupkan harapan kembali,
tatap mata-Nya lembut, melumerkan hati yang membesi.
Orang-orang berkata, Ia merubah air menjadi anggur,
Yang lain bercerita, Ia mencelikkan mata buta dengan liur.
Ikutkah aku karena terpukau pada perbuatan-Nya yang ajaib,
ataukah karena imanku kepada Dia yang akan melepaskanku dari dunia aib?
Ya Tuhan Yesus,
Jangan biarkan aku kering seperti air menguap dari dalam telaga,
Jangan jadikan aku seperti sungai surut sampai habis airnya,
hari demi hari, aku menunggu sampai masa pahitku reda.
………………………………………………………………………………………………

Andaikata aku hidup di masa Tuhan Yesus,
Akankah aku menjadi salah satu dari murid-Nya yang setia?
Mengikut kemanapun Dia berjalan dan berada,
dengan setia melayani-Nya, dengan sabar menerima orang mencerca.
Sabda Bahagia-Nya mencairkan ego diri sehingga rela melayani,
hardikan-Nya: “Hai iblis, enyahlah kau!” membukakan mata hati nurani.
Namun, salahkah aku untuk tetap berfikir sebagai manusia biasa,
durjanakah aku untuk mendamba Yesus sebagai Raja Dunia.
Mata batinku buta sehingga tidak kulihat, di bukit, Yesus dalam kemuliaan,
telinga nuraniku tuli untuk menyimak sabda-Nya sebagai nubuat pembebasan.
Ya Guru,
Aku berharap pada-Mu,
ya TUHAN, Engkaulah Allahku,
Engkau selalu memelihara aku.
………………………………………………………………………………………………


Aku hidup 2000 tahun sesudah Yesus; Aku hidup di masa kini.
Sudahkah aku menjadi pengikut sekaligus murid-Nya yang setia?
Aku sudah diajar, belajar dan mencoba mengerti,
tentang karya kasih Allah di dalam mencipta dan memelihara umat-Nya di bumi,
juga murka Allah terhadap umat-Nya yang menjauh lari.
Aku juga sudah diberitahu, mencari tahu dan berupaya mencerna,
sejauh apapun aku lari menghindar, sesabar itu pula tangan kasih-Nya terbuka,
Aku sudah diserahkan dan merelakan diri menyerah,
tak kuingat percikan dingin air baptis pada wajah tengadah,
tapi hingga kini kusadar, semua indra menggerakkan mulut mengikrar sumpah.
Aku ternyata sering lupa, keras kepala dan memberontak,
tidak seperti Yesus yang berpuasa dan membuat iblis terdepak,
aku menjadi burung pemakan bangkai dengan sayap ponggah mengepak.
Aku sudah sering disadarkan dan mencoba sadar, dalam kelu,
tidak seperti pengikut dan murid-Nya dahulu,
kebangkitan Yesus besok, aku tahu dan menunggu.

Ya Tuhan Allah Pencipta,
Ya Yesus Penebus dosa,
Segala sesuatu sudah mendekati kesudahannya,
mampukan aku menguasai diri dan waspada,
agar aku dapat senantiasa berdoa.
Diamlah di hati,
sehingga aku sungguh mampu mengasihi,
dan bersedia juga untuk mengampuni.

Saturday, February 21, 2015

PKJ 2 - Mulia, Mulia Nama-Nya (Majesty)









Lagu Bernotasi Angka

Kebiasaan menulis lagu dengan not angka (solmisasi) berawal dari kesukaan saya menyanyi, yang kemudian ternyata berlanjut dengan keperluan menulis lirik-lirik lagu yang saya senangi.

Beberapa lagu baru yang hanya sesekali dinyanyikan dan lagu-lagu dengan judul yang sama atau mirip, menjadi kesulitan tersendiri bagi saya saat menyanyikannya di belakang hari. Oleh karenanya saya mulai menulis lirik lagu dengan notasi. Saya menggunakan notasi angka, karena hanya notasi itu yang tersedia dan yang diajarkan di sekolah.

Hal itu saya lakukan, mulai dari menulis tangan dengan media kertas grafik agar rapi. Di era mesin ketik, saya mempergunakannya dengan mengolah ketrampilan memainkan spasi dan gandar untuk menempatkan garis atas (1/2 dan 1/4) serta titik atas dan bawah sebagai penanda nada tinggi dan rendah. Saat itu saya bangga dapat membuat ketikan lagu bernotasi yang bersih dengan menggunakan "Remington" punya ayah. Saat komputer muncul di awal 80an, saya mulai mengerjakannya dengan "Amstrad," PC pertama saya buatan Inggris dengan processor 8086/16bit dengan 3 OS, yaitu CPM, DOS dan Windows 1.0. Saya menulis lagu dengan menggunakan aplikasi spreadsheet untuk menjaga konsistensi dan kerapihan hasil. Saya menggunakan aplikasi VisiCalc, kemudian segera berpindah ke Lotus 123 dan secepatnya ke Quattro Pro karena dapat menghasilkan cetakan grafis meskipun menggunakan dot matrix printer. Di masa kini, versi Windows cepat sekali berubah, namun media spreadsheet tetap saya pakai, yaitu dengan MS-Excel.

Sampai pada suatu waktu saya dapat memperoleh font untuk menulis notasi angka buatan Pendeta Yoas Adiprasetya dari GKI. Font yang oleh pembuatnya dinamakan "Notasi Angka" ini merevolusi cara saya menulis lagu, karena sekarang saya dapat menggunakan berbagai media dengan mudah dan RAPI, seperti MS-Word dan PowerPoint.

Terima kasih Pdt. Yoas, your LOL (Labor Of Love) is fruitful! GBU!



Saturday, January 17, 2015

One 4 All, All 4 One!

Semboyan diatas sangat populer dan kita, dari kanak-kanak hingga orang tua, pasti mengenalnya dari film “The Three Musketeers.”
Film itu merupakan adaptasi novel klasik Alexandre Dumas (1844) yang sejak tahun 1900 telah diproduksi lebih dari 30 versi (di luar kartun, komik dan serial).
Semangat semboyan itu adalah adanya empati yang tumbuh dalam kebersamaan didalam menghadapi suatu tantangan.
Tiga seri sebelumnya merupakan perenungan tentang kita sebagai kaki-tangan Tuhan Yesus untuk melayani sesama, tentang aksi empati yang telah dicontohkan dan dilakukan oleh gereja dan tentang kesiapan kita untuk melakukan revolusi mental dengan tindakan berempati tanpa menunggu orang lain melakukan.
Dengan demikian, semboyan itu dapat memiliki makna yang lebih dalam lagi!
“One For All” (satu untuk semua) merupakan pernyataan empatis universal Tuhan Allah melalui karya agung penebusan dosa oleh Tuhan Yesus! Sungguh merupakan suatu aksi empati total, yang secara manusiawi juga diteladankan oleh Abraham melalui keikhlasannya mengorbankan Ishak (lih. Kej. 22 : 7 – 12). Sedangkan “All For One” (semua untuk satu) dapat dimaknai sebagai kesanggupan umat untuk melakukan Hukum Kasih-Nya.
Di dalam keseharian, hal itu dapat kita lakukan dengan menggerakkan lingkungan kita yang terkecil, yaitu keluarga, sambil memupuk bibit empati bagi anak-anak. Kita dapat memulainya dengan menanamkan pengertian bahwa empati itu tidak semata-mata berarti berkorban. Berempati juga dapat memberikan kelegaan. Misalnya menyapa orang sekeliling saat di gereja dengan: “Shalom”, “Selamat pagi”, “Selamat hari Minggu.” Dapat juga kita ajarkan kepada anak kata dan tindakan berempati: “Prita, di depan itu kan tante Mini yang rumahnya kita lewati tiap hari? Coba ajak dia ikut mobil kita!” Atau disaat membeli jajanan di depan gereja: “Abdiel, bungkusan ini nanti kamu berikan si Wahyu, anak tukang warung dekat rumah kita ya!”
Itulah contoh-contoh sederhana yang sebenarnya merupakan inti konsep hidup sejahtera. Konsep hidup yang melampaui kekayaan, karena tidak ada harta di dunia yang dapat membeli kebahagiaan, kelegaan, kesenangan, kedamaian dan kepuasan hati. Ajaran Tuhan Yesus dalam Matius 5 kiranya dapat menjadi landasan iman kita.



Mari, kita jadikan diri kita sebagai “The All Musketeers,” dan berjuang dengan semboyan: “Unus Pro Omnibus, Omnes Pro Uno, Soli Deo Gloria!” (Satu untuk semua, semua untuk satu, hanya demi kemuliaan Tuhan!).