LILIN MASA RAYA PASKA
Kesejarahan & Praktek
Di dalam kehidupan sehari-hari,
banyak kita jumpai simbol/ lambang. Kita menggunakannya
(simbol uang: Rp, £, €, ¥), memakainya (logo merek ternama) dan bahkan mematuhinya
(tanda lalu-lintas). Demikian juga di dalam kehidupan bergereja banyak simbol
yang kita kenal dan pergunakan, baik sebagai pengingat, penguat maupun sebagai
identitas. Simbol-simbol tersebut, diantaranya seperti: salib, altar &
perlengkapannya, warna, liturgi, termasuk juga penggunaan lilin.
Di dalam gereja, lilin hampir selalu dipergunakan baik
pada kegiatan kebaktian minggu biasa maupun pada kegiatan kebaktian istimewa,
seperti kebaktian pernikahan, kebaktian di Masa Raya Natal, demikian juga pada
kebaktian di Masa Raya Paska, masa yang saat ini sedang kita masuki.
1. Lilin Sebagai Simbol.
Esensi dari sebuah lilin adalah
“lilin” itu sendiri sebagai “api” atau “terang” yang
menjadi simbol kehadiran Tuhan. Nyala api dari semak duri di Gunung Sinai,
tiang api di padang gurun, api altar di Bait Suci Yerusalem, adalah beberapa
contoh kejadian yang dapat dibaca di Kitab perjanjian Lama.
Umat Kristen mula-mula, memberikan arti tentang api
atau terang itu sebagai simbol kehadiran Yesus, Tuhan yang telah bangkit dari
kematian, sebagai “tiang api yang baru.” Di Yerusalem, mereka mempunyai kebiasaan
untuk menyalakan lilin setiap Sabtu malam, (diduga) mengikuti kebiasaan umat
Yahudi saat mengakhiri Sabat.
Baru di sekitar abad 5/6 Masehi, kebiasaan ini
kemudian menjadi bagian dari ritual kebangkitan Yesus dan menjadi bagian dari
liturgi gereja di berbagai negara dan bangsa.
Seperti yang juga kita lihat di gereja-gereja yang
memiliki (meja) altar, simbol kebangkitan dan kehadiran Yesus dinyatakan
melalui lilin yang senantiasa menyala di altar; itulah Lilin Paska. Aturan ini
tentu akan berbeda dan bervariasi, sesuai dengan denominasi gereja, termasuk
juga yang secara khusus menyelenggarakan ibadah penyalaan Lilin Paska yang akan
tetap menyala di sepanjang Masa Raya paska.
2. Lilin Masa Pra Paska (MPP).
Jumlah Lilin MPP.
Masa Raya Paska diawali dengan MPP yang berlangsung
selama 40 hari dengan enam (6) hari Minggu di dalam masa tersebut (lih. Warta Jemaat 31 jan
2016). Oleh karenanya, banyak gereja, termasuk gereja kita,
yang memasang enam (6) buah lilin selama MPP (cat.: ada juga gereja yang memasang tujuh (7) buah
lilin, dimana lilin terakhir merupakan simbol Jumat Agung).
Arti Pemasangan
Lilin MPP.
Sebagaimana telah kita imani, MPP adalah masa
penyesalan, peringatan akan sengsara Tuhan Yesus. MPP sekaligus menjadi titik
tolak perubahan, pembaruan dan pertumbuhan rohani, sebagai eskalasi kearah
karya penyelamatan umat manusia yang semakin dekat.
Enam (6) buah lilin yang dipasang selama MPP menjadi
simbol penyesalan, peringatan sengsara Tuhan Yesus dan eskalasi kearah karya
penyelamatan umat manusia.
Cara Pemasangan
Lilin MPP.
Gereja mempunyai kebiasaan yang berbeda didalam
memasang lilin MPP, meskipun pada umumnya banyak gereja melakukan dua (2) cara
di bawah ini, baik salah satu ataupun bergantian pada setiap tahunnya.
Lilin dipasang
dan dinyalakan satu per satu. Di awal
kebaktian, lilin dinyalakan satu per satu setiap minggu, sehingga enam (6)
lilin menyala semua pada MPP 6 (Minggu Palem). Praktik ini ingin menyatakan bahwa
di dalam masa penyesalan ini, umat pun masih mempunyai harapan karena melihat
“terang” (baca: karya penyelamatan umat manusia oleh Yesus). Dari minggu ke
minggu, “terang” itu menjadi semakin besar dan semakin dekat, dengan puncaknya
di Minggu Paskah.
Lilin dipasang, dinyalakan semua dan dipadamkan satu per satu. Sebelum
kebaktian, semua lilin dinyalakan. Di awal kebaktian, lilin dimatikan satu per
satu setiap minggu. Praktik ini ingin menyatakan bahwa di dalam masa penyesalan
ini, umat diingatkan keadaan manusia yang dikuasai kegelapan. Setiap hari kita
bertambah jahat dan semakin jauh dari “terang.” Sampai akhirnya di MPP 6
(Minggu palem) semua lilin mati. Pupuslah harapan umat manusia!
Hilangnya harapan manusia yang dikuasai dosa tak
terperikan itu menimbulkan belas kasihan Allah dengan mengutus Yesus turun,
melepas nyawa untuk menyelamatkan umat manusia. Karya penyelamatan ini juga
menjadi karya pemulihan hubungan antara Allah dengan manusia.
Sumber:
1. www. elca.org
5. Beberapa sumber lainnya
yang digali untuk ide tulisan.