Saturday, January 17, 2015

Revolusi Mental….!


Sudah banyak contoh empatis yang telah dilakukan oleh gereja secara nyata seperti yang sudah dibahas minggu lalu. Secara konsep juga ternyata sudah dilakukan dengan mengupayakan pembinaan untuk membangkitkan dan menumbuhkan empati. Komisi Anak dan Remaja berbagi rasa dengan berkunjung ke panti asuhan anak berkebutuhan khusus, Komisi Pemuda melakukan live-in (menginap dan beraktivitas) di sebuah panti asuhan dan Komisi Dewasa mempunyai jadwal tetap berkunjung ke sebuah panti wreda.
“Cukuplah itu semua!” kata sang isteri memecah konsentrasi saya. “Cukup?” kata saya karena kaget. “Ya cukuplah! Mau berapa banyak lagi kegiatan...” sambar dia berapi-api, tapi saya potong: “Sebentar Ma, ini kan sambungan renungan minggu lalu. Baca nggak yang minggu lalu?” “Baca dong! Itu kan soal bagaimana kita berempati pada orang lain?” jawab dia dengan bangga. Sambung saya: “Ya itulah, gereja telah memberikan contoh bagaimana berempati dan melakukan pembinaan untuk membangkitkan dan menumbuhkan empati. Sekarang giliran kitalah, sebagai gereja yang dipanggil ke luar, untuk berempati dan berbagi kepada orang-orang di sekitar kita.” Dengan tangkas isteri saya menukas: “Pa, gak gampang itu! Kalau kita gak pernah susah atau gak pernah bergaul dengan orang susah, jangankan berbagi, empati pun gak muncul! Saya pun terdiam.
Benar juga kata isteri saya kalau empati tidak akan muncul secara mendadak. Empati dibangun dan bertumbuh melalui pengalaman serta pengendapan sehingga menjadi bagian dari hati dan sikap mental kita.
Caranya? Dengan keberanian dan kesadaran penuh, kita melakukan “mental switch” (istilah tahun 80an yang disimbolkan dengan logo “On-Off” diatas) atau revolusi mental yang dipolulerkan Presiden Jokowi! Intinya adalah menjadikan diri kita sebagai orang Samaria yang baik hati dan melakukan hal yang baik, tanpa menunggu apakah orang lain melakukannya! Saya meyakini kalau mental switch itu merupakan praktek dari pepatah: “Nothing is easy, but nothing is impossible!” (tidak ada yang mudah, namun tidak ada yang mustahil didalam melakukan sesuatu).
Petunjuk lainnya? HUKUM KASIH (lih. Mat. 22 : 37 – 40) yang telah kita imani dan amini. Kita tentu tidak perlu menunggu dengan penuh kekagetan mendengarkan permintaan anak terkasih: “Pa, Ma, ulang tahun Jemima nanti di panti asuhan saja ya?!” 

No comments:

Post a Comment