Saturday, May 3, 2014

Menurutmu, Siapakah Sesamamu? (5)

ANDOY, SAHABAT YESUS.
Ada seorang anak kecil kelas 4 SD yang selalu mengucap syukur dalam keadaan apapun. Ia tinggal di suatu desa Milaor, Camarines Sur, di Filipina.
Setiap hari, untuk sampai ke sekolahnya, ia harus berjalan kaki melintasi daerah yang tanahnya berbatu dan menyeberangi jalan raya yang ramai dan berbahaya karena banyak kendaraan yang melaju kencang. Setiap kali berhasil menyeberangi jalan raya tersebut, Andoy selalu mampir sebentar ke Gereja untuk berdoa.
Setiap saat pula, Andoy juga tidak lupa menyapa Pendeta, katanya:”Magandang umaga po.” (Tagalog, dialek Biscol: “Selamat pagi.”). Pendeta Agaton membalas: “Kumusta Andoy! Papasokan na?.” (“Apa khabar Andoy! Sudah mau masuk [sekolah]?”). “Opo” (“Ya”), jawabnya dengan santun.
Perilaku Andoy ini diamati oleh Pendeta Agaton yang merasa terharu dengan sikap Andoy yang santun dan beriman tersebut. Suatu pagi ketika Andoy hendak masuk ke Gereja, Pendeta Agaton menyapanya.
Pendeta Agaton: “Sepulang sekolah, singgahlah dahulu ke gereja, karena mulai sekarang saya akan membantu kamu menyeberangi jalan raya tersebut.
Andoy : “Terima kasih, Bapa Pendeta
Pendeta Agaton: “Mengapa engkau belum pulang? Sekarang apa yang akan kamu lakukan?
Andoy : “Aku hanya ingin menyapa lagi Tuhan Yesus... sahabatku.
Lalu Pendeta itu segera meninggalkan Andoy untuk melewatkan waktunya bersama Tuhan, tapi kemudian menyelinap di balik altar untuk mendengarkan apa yang dikatakan Andoy.
Andoy mulai berbicara kepada Sahabatnya.
"Engkau tahu Tuhan, ujian matematikaku hari ini sangat buruk, tetapi aku tidak mencontek walaupun teman-temanku melakukannya.
Ayahku mengalami musim paceklik dan yang bisa kumakan hanyalah kue kering ini. Terima kasih buat kue ini Tuhan!. aku tadi melihat anak kucing malang yang kelaparan dan aku memberikan kueku yang terakhir buatnya…. lucunya, aku nggak begitu lapar. Lihat, ini sandalku yang terakhir…. mungkin minggu depan aku harus berjalan tanpa sandal. Engkau tahu Tuhan sandal ini akan rusak, tapi tak mengapa…. yang terpenting aku masih dapat pergi ke sekolah.
Tuhanku kata orang-orang kami akan mengalami musim panen yang susah bulan ini, karena itu beberapa temanku sudah berhenti sekolah. Tolong Yesus, bantu mereka supaya bisa sekolah lagi.
Oh ya, Engkau tahu? Ibu memukulku lagi. Sakit sekali, tetapi aku bersyukur karena masih memiliki seorang ibu. Dan rasa sakit ini pasti akan hilang. Lihatlah lukaku ini Yesus??? Aku tahu Engkau mampu menyembuhkannya, di sini bekas lukanya (Andoy memegang bekas lukanya). Tolong jangan marahi Ibuku ya..??? memang dia sedang lelah dan cemas akan kebutuhan makanan juga biaya sekolahku... Itulah mengapa dia memukulku.
Oh ya.. Tuhan, aku rasa aku sedang jatuh cinta saat ini. Ada seorang gadis cantik di kelasku, namanya Anita… menurut-Mu apakah dia menyukaiku? Ah… bagaimanapun juga aku tahu bahwa Engkau tetap menyukaiku karena aku tidak perlu menjadi siapapun untuk menyenangkan hati-Mu.  Engkau adalah sahabatku.
Hei…., ulang tahun-Mu tinggal dua hari lagi ‘kan?, tidakkah Engkau gembira? Tunggu saja nanti hadiah kejutan untuk-Mu; aku harap Engkau menyukainya. Ooops, aku harus pergi sekarang. Selamat siang.
Kemudian Andoy segera berlari keluar dan memanggil Pendeta Agaton.
Andoy: "Pak Pendeta, Pak Pendeta…. aku sudah selesai berbicara dengan Sahabatku, Yesus, sekarang anda bisa menemaniku menyeberang jalan!.”
Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari dan Andoy tidak pernah absen sekalipun.
Suatu hari, Pendeta Agaton jatuh sakit sehingga dia tidak bisa memimpin gereja dan dirawat di rumah sakit. Oleh karenanya, ketika Andoy masuk gereja, ia tidak mendapatkannya.
Andoy: "Di manakah Bapa Pendeta? Dia biasanya membantuku menyeberangi jalan raya… dia selalu menyuruhku mampir lewat pintu belakang Gereja. tidak hanya itu, aku juga harus menyapa Sahabatku, hari ini adalah hari ulang tahun-Nya, aku punya hadiah untuk-Nya."
Andoy sedih, bingung dan setelah berpikir sebentar ia tidak mempunyai pilihan lain kecuali menyeberangi jalan raya tersebut sendirian.
Di situ ada sebuah tikungan yang tidak terlihat pandangan, sebuah bus melaju dengan kencang dan Andoy, sambil menyimpan hadiah tadi di dalam bajunya, mulai menyeberang sehingga dia tidak melihat datangnya bus tadi. Tiba-tiba braaakkk... (terdengar bunyi gaduh dan bus tadi berhenti mendadak) Apa yang terjadi? ternyata karena tidak bisa menghindari bus besar tadi Andoy tertabrak dan tewas seketika. Orang-orang di sekitarnya berlarian dan mengelilingi tubuh Andoy yang sudah tak bernyawa.
Sedih.... saat itu entah darimana munculnya tiba-tiba datang seorang pria berjubah putih dengan wajah yang lembut namun penuh dengan air mata, ia memeluk tubuh Andoy dan menangis. Orang-orangpun heran, mereka penasaran lalu bertanya: "Maaf Tuan, apakah anda keluarga bocah malang ini? Apakah anda  mengenalnya ?."
Dengan hati yang berduka ia segera berdiri dan berkata: "Anak ini namanya Andoy, dia adalah sahabat-Ku."
Lalu diambilnya bungkusan hadiah dari dalam baju Andoy dan menaruh di dadaNya. Dia lalu berdiri dan membawa pergi tubuh Andoy. Kerumunan orang tersebut semakin penasaran...
Malam itu, Pendeta Agaton menerima berita yang sungguh mengejutkan itu dan dia datang ke rumah Andoy. Ketika Pendeta Agaton bertemu dengan orangtua Andoy ia bertanya: "Bagaimana anda mengetahui putera anda meninggal?."
Ibu Andoy menjawab sambil menghapus air matanya: “Seorang pria berjubah putih yang membawanya kemari.”
Pendeta Agaton bertanya lagi: “Apa katanya?
Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia sangat berduka. Kami tidak mengenalnya namun dia terlihat sedih, sepertinya Dia mengenal Andoy dengan baik. Tetapi ada suatu kedamaian yang sulit untuk dijelaskan mengenai dirinya. Dia menyerahkan anak kami dan tersenyum lembut. Dia membelai rambut Andoy dan mencium keningnya kemudian Dia membisikkan sesuatu,” jawab ayah Andoy.
PendetaAgaton: “Apa yang dikatakannya?
Ayah Andoy menjawab: “Dia berkata terima kasih buat kadonya. Aku akan segera berjumpa denganmu, engkau akan bersama-Ku.” dan, sang ayah melanjutkan,Anda tahu kemudian. semuanya itu terasa begitu indah… aku menangis karena bahagia... aku tidak dapat menjelaskannya, ketika Dia meninggalkan kami ada suatu kedamaian yang memenuhi hati kami. Aku tahu puteraku sudah berada di surga sekarang. Tapi Pak Pendeta, tolonglah katakan siapakah Pria ini yang selalu bicara dengan puteraku setiap hari di Gerejamu? anda pasti mengenalnya, karena anda selalu berada di sana setiap hari, kecuali hari ini saat puteraku meninggal!

Tiba-tiba air mata Pendeta Agaton menetes di pipinya, dengan lutut gemetar Pendeta Agaton berbisik, “Dia tidak berbicara dengan siapa-siapa... kecuali dengan Tuhan Yesus.” 

No comments:

Post a Comment