Wednesday, June 26, 2013

Bukan Aku… Tapi Ular Itu! (2)

Bukan Aku… Tapi Ular Itu!



Judul dan ilustrasi diatas kiranya cukup menjelaskan bagian Kitab Kejadian tentang “proses pencobaan” sehingga manusia jatuh ke dalam dosa. Melanjutkan renungan minggu yang lalu, kali ini kita akan membahasnya sebagai analogi mengapa konsumerisme menjadi “jalan hidup”.
Di dalam proses pencobaan itu, ada satu hal yang pasti yaitu: Allah tidak pernah mencobai siapa pun (Yak. 1:13). Celakalah si ular! Hanya karena Hawa bicara: Ular itu yang memperdayakan aku,” maka si ular mendadak berubah menjadi “kambing hitam!” dan ketika Adam berkata: “Perempuan itu yang memberikan buah pohon kepadaku,” maka kambing hitam itu sudah menjadi dua!. Kalau “yang merasa tidak tergoda” itu hanya satu, silahkan hitung berapa banyak kambing-kambing hitam itu sekarang di dunia!
Kejadian diatas terjadi ketika si ular mengusik nalar Hawa dengan berkata: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?.” Iblis tidak sembarangan bicara! Dia menyusun kalimatnya dengan memakai jargon psikologi “pernyataan negatif” (negative commands). Iblis tahu persis sifat dasar manusia: “miliki dan menjadi berarti” (to have is to be). Dengan gaya bahasa inilah nalar Hawa dan Adam dia eksploitir habis-habisan!.
Perangai “menjadi berarti” ini dapat berbentuk seperti “aku lebih”, “aku dulu”, “aku beda”, “aku juga” dan banyak “aku-aku” lainnya.
Dalam dunia modern, gaya bahasa iblis ini ternyata semakin luas dipakai di berbagai media iklan untuk menghipnotis khalayak agar ingin “menjadi (lebih) berarti”! Sifat dasar manusia (baca: kita) habis dieksplotir oleh dunia bisnis agar kita “dengan senang hati“ (baca: terbujuk) untuk memiliki hal yang sejatinya tidak “perlu.”
Mas, Mas tahu nggak…hhh” kata tetangga disela nafas beratnya saat kami jogging pagi. “Aku baru sadar kalau arloji Patek Philippe-ku ini self winding dan nggak perlu diputer selama 90 hari.” Nggak mau kalah, aku timpali dia: “Sama punyaku ini, tapi bisa hidup 1.000 hari dan jangan tanya harganya!” Dia berhenti, kaget dan bertanya: “Merek apa Mas?” Jawabku, sambil lari: “KASIO, di KASI Orang! ha, ha!
Mas turun sini kan?” kata sebelah saya menyadarkan lamunan. Sambil tersenyum saya turun dari bus 609 dan bergumam: “Ya Allah, jangan membawa kami ke dalam pencobaan….”.  

No comments:

Post a Comment