Wednesday, June 26, 2013

Lead Us Not Into Temptation, but…? (3)

Lead Us Not Into Temptation, but…?


Tulisan ke dua yang lalu diakhiri dengan potongan kalimat dari Doa Bapa Kami yang sekarang menjadi judul renungan.
Judul renungan beserta ilustrasi di atas dimaksud untuk memberi gambaran ungkapan plèsètan yang seringkali dengan gampang kita ucapkan: “Iman sih kuat, tapi... si Amin ini yang nékad.” Padahal arti kata “amin” adalah “jadilah (demikian).” Dengan begitu maka ungkapan plèsètan tersebut telah sah sebagai ungkapan keseharian kita: “Jadilah kehendakku!.”
Mereka yang berusia sekitar 60 tahun tentu pernah kesekolah dengan membawa “sabak” (batu tulis) dan grip, buku tulis merang “Letjes” dan pinsil “Buaya” tanpa memandang apa dia anak bupati, saudagar kaya atau anak buruh.
Ternyata zaman sekarang kita juga memakai sabak, dengan nama yang beraneka, seperti Pad, Tab, Tablet dengan aneka merek pula! Yang bisa beli? Pasti hanya yang berduit saja!
Hal diatas tentu bukan cara yang pas untuk membuat perbandingan yang adil, namun diharapkan ada esensi yang dapat dipetik. Kita sudah harus dapat membedakan ungkapan “Apa perlu?” (tindakan memilah ke-“ingin”-an) dengan “Perlu apa?” (tindakan memilih ke-“perlu”-an).
Bagi mereka yang berusia sekitar 30 tahun barangkali tidak mudah membedakan dua ungkapan itu karena mereka lahir dan besar di lingkungan yang sudah serba ada, dimana keinginan dan keperluan sudah menjadi satu seperti muka uang logam.
Apa semua itu salah mereka? Jelas bukan! Sebuah media cetak nasional pernah memuat tulisan Dengan judul “Konsumen Adalah (BUKAN LAGI) Raja.” Lho? Sebab ternyata penulis mengungkapkan fakta bahwa justru para produsen yang sangat gencar menawarkan barang dan jasa. Mereka menjual melalui iklan di  berbagai media,  berafiliasi dengan bank melalui bujukan uang muka rendah dan cicilan ringan, grup arisan, bahkan kita bangga memakai kaos liga bola yang penuh dengan iklan! Kapan selesai? Hmm!

No comments:

Post a Comment