Thursday, May 1, 2014

Masa Prapaskah – Apa itu?


Asal Kata.
Istilah “Prapaskah” merupakan hasil penerjemahan secara bebas atas kata “Lent”.
Kata Lent berasal dari kosa kata Bahasa Jerman pra historis: “langgitínaz”, yang dibentuk dari penggabungan dua kata: “lanngaz” yang berarti “panjang” dan elemen imbuhan “tina” yang berarti “hari”. Sehingga kata itu membentuk pengertian harfiah “hari yang panjang” dan diasosiasikan dengan Musim Semi, yang mem-punyai waktu siang lebih panjang dari Musim Dingin.
Kata itu kemudian menjadi kata ambilan di dalam Bahasa Inggris Kuno dan bertransformasi menjadi kata: “lencten”, yang kemudian berubah menjadilengten” dan kemudian “Lenten” dalam Bahasa Inggris Abad Tengah. Pada akhir Abad Tengah, kata Lenten bertransformasi menjadi kata benda “Lent” (yang tetap dipergunakan hingga sekarang dan kata Lenten berubah menjadi bentuk kata sifat). Pengertiannya juga mengalami perubahan, yaitu dari pengertian sekular “Musim Semi” menjadi pengertian rohani sebagai “Masa Prapaskah.”
Kata Lent ini kemudian juga menjadi kata ambilan bahasa lain, a.l.: Lente (Belanda), Lenz (Jerman); dalam Bahasa Latin disebut: “Quadragesima,” yang berarti 40 hari (rentang waktu Masa Prapaskah).

Pengertian & Istilah.
JIWA. Jiwa dari Masa Prapaskah (MPP) berakar dari arti harfiah Lent yaitu Musim Semi. Hadirnya Musim Semi berarti berakhirnya Musim Dingin, di mana pepohonan yang daun-daunnya gugur sebelum Musim Dingin, sekarang mulai bersemi kembali.
Jadi MPP adalah Musim Semi rohani kita yang menjadi titik tolak perubahan, pembaruan dan pertumbuhan sikap hidup rohani kekristenan kita.

KAPAN?. MPP selalu dimulai pada hari Rabu yang disebut sebagai Rabu Abu dan terentang selama 40 hari sampai puncaknya yaitu Minggu Suci (Holy Week) yang meliputi Minggu Palmarum, Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Sunyi.
Hitungan masa 40 hari ini tidak termasuk hari-hari Minggu yang menjadi simbol hari kemenangan bagi umat Kristen karena kebangkitan Tuhan Yesus. Hari-hari Minggu, oleh karenanya, sering diidentikkan dengan “Paskah kecil.” Untuk tahun 2012, MPP terentang mulai hari Rabu, 22 Februari (Rabu Abu) hingga hari Sabtu, 7 April (Sabtu Sunyi). Guna menciptakan eskalasi rohani, maka minggu-minggu selama masa itu ditandai mulai dari MPP I hingga MPP VI dengan diberi tema-tema kecil, mulai dari awal pemuridan Tuhan Yesus (Markus 1 : 9 - 15) sampai saat Tuhan Yesus masuk kota Yerusalem (Markus 11 : 1 -11).

40?. Mengapa 40? Mengapa MPP berlangsung 40 hari?
Setiap bangsa, komunitas bahkan individu menyukai angka tertentu dengan alasan tertentu juga, tanpa harus berbau mistis; misalnya, orang Jawa memberi nama anak keduanya dengan awalan Dwi (artinya: dua, kedua). Demikian juga Bangsa Israel menganggap angka 40 itu istimewa!
Sebagaimana yang terjadi di daerah Timur Tengah (a.l. bangsa-bangsa yang menggunakan karakter Arab untuk menulis), karakter tulisan yang dipergunakan oleh Bangsa Israel, yaitu Ibrani, selain berfungsi sebagai lafal huruf atau kata juga berfungsi sebagai penunjuk bilangan (angka). Huruf Ibrani מ adalah huruf M (lafal mem, mim) dan juga angka 40. Huruf M ini yang membentuk kata “mayim” yang berarti air (sebagai sumber hidup). Itulah salah satu alasan mengapa angka 40 istimewa.
Dari sumber Alkitab juga banyak kita peroleh cerita tentang angka 40 tersebut. Hujan 40 hari 40 malam yang menyebabkan banjir merendam bumi (Kejadian 7 : 4), orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya (Keluaran 16 : 35), Tuhan Yesus berpuasa 40 hari dan 40 malam sebelum memulai pekerjaan-Nya di dunia (Matius 4 : 2) dan masih banyak lagi!

RABU ABU. MPP selalu dimulai pada hari Rabu yang disebut sebagai Rabu Abu. Sebutan ini muncul dan berasal dari kebiasaan menabur abu ke kepala atau duduk di abu sebagai tanda perkabungan, kesedihan, rasa hina serta penyesalan dan pertobatan atas dosa di hadapan Allah (lihat 2 Samuel 13:19; Nehemia 9:1; Ester 4:1; Ayub 2:8 & 42:6; Yunus 3:5-6; Yeremia 6:26; Daniel 9:3).
Pada gereja mula-mula, penandaan abu di dahi hanya diberikan bagi mereka yang telah membuat pengakuan dosa di depan umat. Melalui perjalanan waktu, orang-orang mulai meminta penandaan abu di dahi ini sebagai tanda kalau mereka juga tidak malu mengakui diri mereka sebagai “pendosa.” Dalam perkembangannya hingga kini, penandaan abu di dahi ini kemudian diberikan kepada seluruh umat.
Dari kebiasaan di ataslah kemudian abu menjadi simbol kesadaran manusia dan pertobatan atas dosa yang membawa maut.
Rabu Abu merupakan refleksi hari kesedihan, penyesalan dan pertobatan kita, agar kita lebih mampu untuk menghayati apa yang perlu kita ubah di dalam kehidupan kita, kalau kita ingin menjadi orang Kristen sejati, sebagaimana termuat di dalam Doa Bapa kami: “dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami;” (Lukas 11:4).

Telaah Kesejarahan.
Dokumen paling kuno yang dapat dijadikan rujukan penyelenggaraan MPP adalah tulisan di abad ke dua dari salah satu bapak gereja mula-mula, yaitu Irenaus, Uskup di Lugdunum, Gaul (sekarang Lyon, perancis). Beliau mencatat adanya praktik berpuasa satu hingga tiga hari sebelum Paskah yang dilakukan oleh banyak umat.
Praktik berpuasa ini menurut perkiraan sudah lama dilakukan oleh umat dan sangat mungkin hal ini bahkan telah dilakukan sejak abad kesatu. Informasi ini dikuatkan oleh dokumen yang ditulis oleh Tertullian (Quintus Septimius Florens Tertullianus) yang dikenal sebagai “Bapak Teologi Barat” dan penganjur konsep “Trinitas.”
Dokumen pertama yang secara tegas memuat anjuran untuk berpuasa 40 hari sebelum Paskah ditulis tahun 311 oleh Athanasius, Uskup Alexandria, dalam bentuk surat penggembalaan kepada umatnya. Pada tahun 339, Athanasius menulis surat penggembalaan kepada umatnya di Alexandria dengan bahasa yang lebih keras:

Puasa 40 hari, yang telah dipraktikkan di seluruh dunia, hendaknya bisa menjadi kebiasaan yang dilaksanakan sampai akhir; sehingga ketika orang di seluruh dunia sedang melaksanakan puasa itu, janganlah kita orang Mesir menjadi bahan ejekan sebagai orang yang hidup dalam kenikmatan pada masa itu.

No comments:

Post a Comment